Menyambut Pemilu 2009 Kembali Pada Harapan Rakyat

Jendela peluang demokrasi yang terbuka lebar bagi para politisi, partai politik, calon perseorangan. Berpartisipasi aktif dalam kancah panggung politik bangsa.
Demokrasi bermakna suara rakyat yang menentukan jalannya pemerintahan. Inilah salah satu bentuk win-win solusion, mempersiapkan pemilu dengan sebaik-baiknya
Kontrol menyangkut pengawasan dan pengawalan hingga kontrol disaat pemilu yang tergolong perlu partisipasi dan kerjasama semua pihak termasuk masyarakat bersama pemerintah, kerjasama dalam mengawasi secara ketat pelaksanaan pemilu bukan hanya untuk tercapainya sasaran pemilu, tetapi juga akan berdampak pada terciptanya pemerintahan yang kuat, responsif, akuntabel, legitimate, tegaknya supremasi hukum dan aspiratif.
Bila kita kembali pada situasi dan kondisi kenegaraan yang saat ini sedang terperosok, korupsi semakin menjadi, keadilan belum tercipta. Sering sudah kita dengar teriakan-teriakan para mahasiswa dan rakyat bahwa rakyat kelaparan, bapak presiden! Rakyat banyak yang menganggur ! angka kemiskinan melonjak pesat dan harus segera dituntaskan, demikian teriakan mereka tetapi tak ada reaksi sekalipun dari pemerintah. Akibatnya maraknya tindak ketidakadian yang terjadi pada bangsa ini bahkan tindak kekerasan. Untuk itu kita harus saling menahan dan mengitrospeksi diri.
Jika anda semua pernah membaca karya-karya Ibn Abi Rabi, Farabi, Mawardi, Al Ghazali, Ibn Tamiyya, ibn Khaldun, Arisoteles, Plato, tentunya kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan sebenarnya dari negara adalah mengusahakan kemakmuran semaksimal mungkin untuk rakyat. Jika rakyat sudah makmur maka itu berati pemimpin sudah menjalankan poin terpenting yang diisyaratkan tuhan, yaitu keadilan sosial. Bahkan Ibn Tamiyya menekankan bahwa negara tidak akan hancur karena kemurkaan Tuhan jukalau bisa melaksanakan keadilan meski dari tukang sapu jalanan hingga pemimpinnya itu non Islam, tapi sebuah negara akan hancur dimurkai Tuhan jika tak bisa melaksanakan keadilan meskipun dari tukang sapu jalanan hingga pemimpinnya semua beragama Islam. Banyak kejadian buruk yang terangkum dalam sejarah Islam mengenai kesewenangan penguasa. Dari pembahasan diatas, apa yang bisa menjadi bahan pembelajaran untuk HMI ?. Ada banyak hal yang bisa dibuat masukan untuk organisasi ini. Pertama adalah agar HMI tidak seperti penguasa-penguasa lalim yang tidak peka terhadap rakyat, apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Artinya berjuang untuk umat dan bangsa yang sedang kesusahan, bukannya ikut-ikutan ribut mencari kepentingan pribadi semata. Para elit HMI di semua tingkatan juga tidak bertindak main sana main sini, ramai-ramai memerah HMI untuk mewujudkan ambisi pribadi yang nyata-nyata akan merugikan organisasi ini. Jika pemerintah kita sudah tak bisa diharapkan lebih jauh lagi, janganlah HMI ikut hal yang sedemikian. Lalu rakyat harus berharap pada siapa ? Ingat HMI = Harapan Masyarakat Indonesia. Rakyat memerlukan pegangan untuk harapan kehidupan mendatang dan pegangan itu adalah kita HMI. Tentunya dengan komitmen lurus dan kerja keras tanpa kenal lelah. Proyeksi HMI sebenarnya tak pernah berubah dari tahun ketahun, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam sebuah hadist riwayat Muslim disebutkan “Ya Allah, siapa saja yang menjadi pengatur urusan umatku kemudian Ia memberatkan mereka, maka beratkanlah Ia”.
Jangan sampai HMI melenceng dari proyeksi ‘suci’ ini yang berakibat pada semakin terpuruknya umat dan bangsa ini. Karena itulah HMI didirikan 62 tahun yang lalu. Lalu apakah kita tega mengkhinati asa luhur Bapak Lafran Pane dan rekan-rekan beliau ketika mendirikan HMI, dengan cara acuh tak acuh dan menggunakan organisasi ini sebagai alat pencapaian kepuasan pribadi ? mudah-mudahan jawaban kita semua sama adanya, tidak !!.

Komentar