REGENERASI KEPEMIMPINAN KUASA RAKYAT

Bersyukur akan setiap perubahan ternyata menjadi kehendak dari setiap makhluk Allah, didasari dari kesulitan yang didera, wajarlah jika setiap insan menginginkan sebuah perubahan atas itu, sehingga harapannya adalah didapati kemudahan serta perbaikan taraf hidup ke arah yang lebih baik (positif). Namun sangatlah naif sekali jika perubahan itu didapati sebuah kemunduran yang akan mengancam dari sebuah "civil society" sebagai kehidupan sosial suatu demokrasi yang telah kita sepakati bersama sebagai makhluk yang tidak berdiri sendiri. 

"Allah menghendaki kemudahan  bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqaah:185)

Padahal dari sekian banyak tulisan demi tulisan yang saya baca perubahan wajah demokrasi Bangsa Indonesia menuju arah yang tepat dan semakin baik dan maju ? Saya seakan bingung dengan tulisan- demi tulisan para Akademisi yang menyatakan perihal tersebut. Dikarenakan tidak berbanding dengan pelbagai persoalan- persolan yang di selenggarakan dalam suatu proses politik yakni pilkada belum tuntas di menangkan dari kedua belah pihak. Hanya saja baru-baru ini konsolidasi yang tercipta diantara dua pihak kubu Pilpres Jokowi-M.Amin dan Prabowo-Sandi akhir dari hasil demokrasi menjadi kian sejuk, semua elit berfikir pada gelombang visi kebangsaan dan Keindonesiaan, terlepas dari proses penyelenggaraan yang banyak memakan korban. 

Kini peranan Elit memang menjadi jalan mulia bagi keikhlasan dengan transaksi gerbong politik yang masuk dalam jajaran pemerintahan. Namun di tingkatan bawah, lapisan mustadafin ternyata demi sedikit telah memilki jarak (gap) seperti jurang lebar yang sepertinya sulit sekali untuk di tambal atau direkatkan. Para elit memainkan peran dan keberfungsiannya di pemerintahan, namun peran dan keberfungisn ke lapisan bawah rakyat membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Semisal saya contohkan; bangunan kontruksi isu yang di internalisasikan ke idiom rakyat tentang 'Ulama' belum juga tuntas, bahkan sebagian rakyat menanamkan benci akan pemerintahan yang terkesan telah menyakiti para Ulama, Isu Agama juga ternyata membawa bekas yang ini tidak semudah kita baca akan membungkam para tokoh elit agama, lantas persoalan sosial politik tingkat bawah pasti tuntas juga? Saya baca dan riset di lapangan tidak semudah itu juga, bahkan tanaman idiom karakter kepemimpinan antara hitam dan putih telah tertancap di pikiran dan hati rakyat pada bilik space tersendiri. 

Mengatasi ini tidak dapat melalui jalur dibenturkan sudut pandang hukum saja, sehingga secara organisasi aparat penegak hukum di perbanyak anggaran untuk membungkam para elit yang menanamkan idiom tersebut, begitupun jalur  ekonomi dan keamanan negara. Pendekatan "approaching" segementasinya tidak terkena secara dalam, bahkan pasukan wakil presiden (M. Amin) dengan mengerahkan organisasi yang dimiliki untuk meredam belum bisa menyejukan seperti yang diinginkan rakyat bawah. Justru yang terbaca dan terlihat dimedia beberapa personal memperkeruh suasana saja, semisal Abu dan lainnya. 

Saya Observasi organisasi yang ada di kepartaianlah seharusnya diberdayakan lebih masif, baik secara stimulan anggaran yang dimiliki pemerintahan maupun arah gerak tujuan partai itu sendiri. Pendekatan melalui jalur ini kalau sudut pandang saya lebih efektif dan efisien dalam berbicara menuntaskan jurang luka proses demokrasi yang ada. Dikarenakan kaderisasi yang ada di unsur organisasi kepartaian ternyata sangatlah ampuh berperan dan memiliki fungsi penyejuk sampai lapisan paling bawah. Perihal ini dapat terlihat jika pemerintah memang tidak hanya memikirkan transaksi visi atau membahas peluang-peluang yang secara khusus hanya dimiliki oleh elit partai. 

Para kader partai memiliki sifat dan karakter leadership masing-masing dan ini potensial dapat dimanfaatkan oleh pemerintah seyogyanya. Disamping kepentingan para kader di partai selalu bicara mewakili azas kehidupan sosial politik lapisan bawah, artinya di kemudian hari para kader partai ini sangatlah berkepentingan untuk merebut kekuasaan rakyat. Sederhananya, di observasi dan riset mendalam para kader yang ada di partai ini, apakah memang betul membawa visi kebangsaan dan keindonesiaan. Jika para kader ini terbukti ternyata berpotensi akan memperkeruh peran dan fungsi dari partai itu sendiri, justru perihal inilah organisasi sekaliber partai sudah seharusnya meregenerasikan kadernya. Regenerasi kader ini wajib hukumnya, sebagai landasan roda kepemimpinan, menjadi dewasa untuk melihat visi kebangsaan dan keindonesiaan pada posisi yang tepat memang tidak semua kader partai ini memahaminya.  

Jokowi sebagai leadership publik sudah pasti memahami perihal ini, bahkan semua kader partai juga tidak memiliki persoalan di bagian ini, kasarnya tidak ada seorang kader partaipun yang membenci Jokowi sebagai Presiden RI, namun lagi-lagi kita dibenturkan pada pola sistim yang tidak tunggal ada pada diri beliau. Maksudnya, monitoring evaluasi pemerintahan Jokowi diakui lemah untuk memvalidasi dan verifikasi secara personal orang-orang yang menjalankan kebijakan beliau sampai ke laspisan paling bawah, saya sangat salut dengan Pak Jokowi perihal karakter leadership publik, tidak mudah menjaga amanah dan meluruskan kebijakan dapat di ikuti oleh semua pihak memang. Namun, sekali lagi kita bicara kedePAN, arah dan tujuan Bangsa dan Negara Indonesia ini kedepan. Presiden memang tak punya waktu dan bukanlah kaliber dari seorang Presiden untuk ikut campur tangan sampai memonitor dan evaluasi sampai tingkatan paling bawah, namun bukankah sederhananya di tim pemenangan biasanya hitungan matematikanya sudah jelas, koordinator di atasnya "human error" maka dapat dipastikan bangunan pohon yang ada pada struktur tim juga positif error, dan Pak Jokowi sangatlah paham akan mental rekonstruksi tim?

Walllahualam,,, 



Komentar